Esai

Pandangan Sutan Sjahrir Tentang Sosialisme Politik

Share this:

Sutan Sjahrir merupakan salah satu tokoh pejuang revolusi  yang menganut ajaran sosialisme Indonesia . Sjahrir memiliki pandangan bahwa sosialisme yang diterapkan di Indonesia harus menjunjung tinggi nilai manusia. Sosialisme Indonesia tidak pernah menganggap adanya perjuangan kelas. Melainkan perjuangan seluruh rakyat untuk keluar dari penindasan.

Sjahrir menganggap sosialisme Indonesia tidak berdiri atas kekerasan dan paksaan. Sosialisme Indonesia yang berlandaskan kerakyatan, diharapkan tidak akan menindas sesama rakyat Indonesia lainnya.

Sosialisme Kerakyatan

Karena berlandasan pada kerakyatan, maka sosialisme yang diperjuangkan Sjahrir dikenal sebagai “sosialisme kerakyatan”. Ajaran Sjahrir ini mengikuti sifat dari sosialisme modern yang mengutamakan kemanusiaan dan persamaan derajat.

Gagasan Sjahrir tentang sosialisme pada dasarnya merupakan penggabungan antara sosialisme dan kerakyatan. Namun sosialisme Sjahrir memuat ide pembentukan manusia ideal, bebas, mandiri, rasional, dan tetap bahu-membahu kepada sesama.

Pembentukan manusia yang ideal ini juga harus disertai dengan negara yang menjaga kondisi-kondisi tesebut. Hal ini dapat dilihat dalam upaya memperjuangkan kemerdekaan Indonesia pada masa pergerakan nasional.

Memerdekakan Kesadaran

Pertama-tama, Syahrir melihat bahwa yang harus dimerdekakan (dibebaskan) terlebih dahulu adalah kesadaran manusia Indonesia. Kesadaran ini bukan serta-merta untuk merdeka dari penjajah. Kesadaran ini membentuk manusia untuk berfikir secara rasional, dewasa, dan kritis. Sikap otonom dalam semua segi baik politik, ekonomi, dan sosial sangat ditekankan oleh Sjahrir.

Sjahrir menambahkan kata “kerakyatan” dalam ajaran sosialismenya. Sjahrir ingin menekankan bahwa sosialismenya sebagai sebuah penghayatan serta menjunjung tinggi dasar dan azas persamaan derajat manusia. Dalam perkembangannya terdapat sosialisme yang mengarah pada ajaran totaliterisme. Paham ini yang diajarkan oleh Stalin dan Lenin ketika memimpin Uni Soviet.

Menurut Sjahrir, keduanya mengajarkan bentuk negara dengan pemerintahan yang terpusat (negara dengan pemerintahan sentralistik yang disebut sebagai diktator partai komunis dengan partai tunggal). Dalam bentuk negara ini, menurut Sjahrir yang berdaulat bukan rakyatnya melainkan pemerintahannya.

Rakyat sebagai komunitas yang mandiri dan dinamis menjadi lenyap di hadapan negara. Tiap-tiap komunitas atau individu yang bersuara lain akan disingkirkan atas nama negara. Nilai individu dengan kebebasan dan otonominya menjadi lenyap. Hal ini dikarenakan semua harus mengacu pada aturan-aturan pemerintah yang menjadi pusat dari segala kegiatan.

Kerakyatan vs Feodalisme

Kata “kerakyatan” bagi Sjahrir mempunyai latar belakang tersendiri. Ketika pergerakan nasional, Sjahrir melihat benih feodalisme. Benih ini terdapat didalam diri para pemimpin pergerakan.

Ketika kemerdekaan telah dicapai dan upaya pembangunan Indonesia sedang dijalankan. Para tokoh-tokoh pergerakan yang telah menjadi pemimpin semakin menunjukan ke-”ningratan”-nya. Tokoh-tokoh tersebut menunjukan pola hidup mewah dan bangga dengan jabatannya.

Berdasarkan latar belakang tersebut, kata “kerakyatan” sebagai landasan kesamaan kesempatan dan kedudukan bagi seluruh rakyat. Istilah rakyat ini dimaksudkan sebagai penghormatan atas hak-hak rakyat. Bukan penghormatan untuk segelintir rakyat yang berstatus bangsawan dalam struktur masyarakat feodalisme.

Pandangan sosialisme kerakyatan mulai diterapkan ketika Sjahrir menjabat sebagai Perdana Menteri Republik indonesia. Hal tersebut terlihat dalam beberapa program kabinetnya. Program tersebut memfokuskan pada kepentingan kerakyatan. Salah satu program kabinet Sjahrir adalah menyempurnakan susunan pemerintahan daerah berdasarkan kedaulatan rakyat.

Ganyang Fasisme

Sosialisme Indonesia tidak hanya tentang pembebasan rakyat dari penindas. Sosialisme Indonesia juga membahas suatu pendewasaan bagi setiap rakyat. Pendewasaan ini dimaksudkan agar rakyat merdeka tidak secara nama saja. Rakyat juga berhak merdeka secara individu.

Dalam rangka pendewasaan bagi rakyat, maka sisa-sisa feodalisme dan benih-benih fasisme harus dihilangkan. Pada zaman Belanda, sisa-sisa feodalisme digunakan sebagai tameng penghambat modernisasi rakyat. Sebagai bangsa yang merdeka, modernisasi sangat diperlukan. Terutama supaya Negara Indonesia dapat sebanding dengan negara-negara lainnya. Oleh karena itu, sifat-sifat feodalisme harus dihilangkan agar tidak menghambat kemajuan bangsa Indonesia.

Selain feodalisme, fasisme juga merupakan musuh bagi kemajuan suatu bangsa. Fasisme yang dibawa Jepang cepat sekali merasuki jiwa rakyat Indonesia terutama pemuda. Pemuda Indonesia selalu diajarkan untuk selalu tunduk dan mematuhi perintah pimpinannya. Tetapi tidak diajarkan untuk memimpin dan bertanggungjawab. Fasisme memiliki dasar bahwa perintah dari pemimpin bersifat mutlak dan tidak bisa disanggah.

Penyebaran fasisme yang cepat di Indonesia disebabkan karena masyarakat yang mengindahkan kedatangan Jepang. Masyarakat Indonesia mempercayai bahwa Jepang akan mengeluarkan Indonesia dari penindasan kolonial Belanda.

Masyarakat Indonesia beranggapan bahwa orang Jepang memiliki etika yang baik. Kesalahan inilah yang menjadi awal tumbuhnya benih-benih fasisme yang ditabur oleh Jepang di Indonesia. Bagi Sjahrir, menghilangkan benih-benih feodalisme dan fasisme merupakan suatu hal yang penting. Dengan demikian tujuan mendewasakan rakyat Indonesia dapat tercapai.

Pendewasaan Rakyat

Pendewasaan rakyat Indonesia dapat dilakukan dalam segala bidang. Salah satu bidang yang penting yakni politik. Rakyat Indonesia tidak hanya berhak mendapatkan pendidikan politik. Mereka juga berhak dalam segala kegiatan-kegiatan politik.

Dengan demikian negara tidak boleh dikuasai oleh golongan tertentu saja. Jika hal itu terjadi, maka akan mengakibatkan pemerintahan totaliter. Oleh sebab itu, Sjahrir menganjurkan Indonesia menganut sistem multipartai. Usulan Sjahrir tersebut bertujuan untuk menghindari perilaku sewenang-wenang dari pemimpinya.

Sjahrir tidak hanya mempermasalahkan mengenai partai. Sjahrir juga mempermasalahkan sistem presidensil yang di terapkan bangsa Indonesia. Menurutnya sistem presidensil akan menghambat kesadaran rakyat terhadap politik. Selain itu sistem ini ditakutkan akan berubah menjadi otoriter. Oleh karena itu, Sjahrir mengajukan agar sistem presidensil diganti dengan sistem parlementer. Segala urusan pemerintahan menjadi tugas Parlemen. Presiden dan Wakil Presiden hanya sebagai kepala negara.

Sumber :  

  • Sjahrir, S. (1982). Sosialisme Indonesia pembangunan: Kumpulan tulisan Sutan Sjahrir. Jakarta: Lembaga Penunjang Pembangunan Nasional.
  •  Sjahrir, S. (1990). Renungan dan perjuangan. Jakarta: Djambatan.
  • Tempo. (2010). SJAHRIR :Peran besar bung kecil. Jakarta: Tempo

Penulis:

Fransiscus Andy Setiawan . Penulis merupakan seorang alumni Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.  Penulis lahir dan besar di Jambi. Saat ini penulis merupakan seorang guru di SMA Marsudirini Sedes Sapientiae Semarang.

Illustrasi:

Yohanes Surya Rama Paksi | @paksibramantya

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *