house of moo
Lekat

Novitania Mundayanti: Superwoman Pendiri House of Moo

Share this:

Menjadi seorang entrepreneur di usia muda sama sekali tidak pernah terbayang di benak Novitania Mundayanti. Gadis asal Jakarta yang awalnya merantau ke Semarang dengan setengah terpaksa ini ternyata mampu menjadi pelaku usaha terkemuka di Tembalang. Sukses sebagai owner House of Moo, Mbak Vita menceritakan kepada Infotembalang bagaimana kisahnya sebagai salah satu contoh entrepreneur muda sukses di Tembalang.

Bermula Dari Sakitnya Ditolak

Penolakan memang sering berbuah rasa sakit. Mbak Vita pun harus menelan pil pahit ketika ia ditolak oleh universitas dambaannya, Universitas Indonesia, pada tahun 2008. Tak kenal kata menyerah, Mbak Vita memutuskan menunda masuk kuliah demi kesempatan untuk mencoba kembali Seleksi Masuk (Simak) UI di tahun selanjutnya. Ia pun kemudian kerja paruh waktu untuk membiayai les persiapan ujian masuk.

Namun apa daya, nasib masih berkata lain. Mbak Vita kembali ditolak universitas pujaan hati. Meski sedih bukan kepalang, akhirnya ia menerima kenyataan. Pada tahun 2009, Mbak Vita menginjakkan kaki di Kota Semarang untuk masuk Manajemen Universitas Diponegoro, pilihan terakhirnya dalam SBMPTN.

Tak salah ada pepata berkata “jatuh hanya untuk meloncat lebih tinggi”. Berbekal rasa sedih atas penolakan dan rasa sesal karena telat satu tahun masuk kuliah, Mbak Vita berkomitmen pada diriya sendiri. Ia bertekad harus lulus tepat waktu dan mempunyai penghasilan sebelum diwisuda. Siapa sangka, tekad tersebut rupanya menjadi pintu yang menghantarnya pada jalan awal kesuksesan.

Kuliah Mengasah Jiwa Entreprenurship

Berbekal komitmen kuat di awal masuk kuliah, Mbak Vita tidak menyia-nyiakan segala fasilitas dan akses yang ia dapatkan selama kuliah di Manajemen Undip. “Lingkungan Manajemen Undip punya vibe entrepreneurship yang kuat banget, apalagi di semester 4 aku ambil kuliah Kewirausahaan. Aku manfaatin tugas presentasi jadi kesempatan untuk mempromosikan usahaku,” jelas Mbak Vita.

Jiwa wirausaha sudah mulai dirintisnya sedari awal. Usaha pertamanya adalah jualan aksesoris HP dan pulsa pada saat semester 3. “Entah mengapa, aku bisa sampai menguasai pasar di lingkup Manajemen,” tutur wanita kelahiran 24 September 1990 ini. Ia pun melakoni usaha kecil-kecilan itu selama satu tahun.

Mbak Vita pun mengaku bahwa ia pernah ikut mendaftarkan proposalnya untuk Program Mahasiswa Wirausaha (PMW) Undip sebanyak dua kali, namun terus ditolak. Meskipun demikian ia tak patah arang. Ia terus mencari ilmu mengenai wirausaha dari berbagai mentor. Ia pun tak lelah berburu informasi seputar kompetisi wirausaha untuk mahasiswa. Mbak Vita mengaku, dari mengikuti berbagai kompetisi semacam itu, ia dapat memperoleh belasan, bahkan puluhan juta, untuk modal usahanya.

Bayi Itu Bernama Angkringan Moo

Suatu saat, Mbak Vita mendapat nasihat dari salah satu mentornya bahwa usaha yang bagus adalah usaha yang long lasting, bukan sekadar musiman. Salah satu contoh yang disebutkan oleh mentornya adalah usaha produk susu. “Ya gara-gara ucapan itulah, aku tanpa pikir panjang langsung berusaha terjun di dunia susu,” ungkap Mbak Vita.

Dengan percaya diri, Mbak Vita membentuk tim beranggotakan lima orang untuk merintis usaha produk susu. “Angkringan Moo”, demikian mereka menamakan usaha tersebut. Berlokasi di pelataran rumah warga di bilangan Ngesrep, Mbak Vita dkk memulai lembaran baru di dunia wirausaha.

Proses mengasuh si “bayi” Angkringan Moo diakui oleh Mbak Vita bukan hal yang mudah. Mulai dari bangun pagi jam lima pagi untuk ambil susu di Gunungpati, kemudian lanjut memasak susu, langsung dilanjut kuliah pukul delapan, disambung buka angkringan jam empat sore, dan baru beristirahat sekitar pukul dua belas malam. “Pernah kami harus menunggu pelanggan selesai nongkrong sampai pukul dua pagi, padahal besok ada ujian. Tapi, kami berusaha tidak mengeluh. Toh bagaimanapun juga itu bagian dari risiko berwirausaha,” katanya.  

Dari Ditinggal Kawan hingga Nyaris Gadai Sertifikat Tanah

Menjelang usia enam bulan, tantangan berwirausaha mulai menerjang. Dua orang kawan di dalam tim Angkringan Moo memutuskan untuk hengkang. Terpaksa Mbak Vita harus melakoni usaha tersebut hanya bersama dua kawannya yang lain, itupun satu orang lainnya tidak terlalu aktif. “Ya ngga gampang sih, tapi kami berusaha tetap bertahan. Alhamdulilah masih bisa berjalan sampai satu setengah tahun,” ungkapnya.

Meski Angkringan Moo dapat bertahan, bahkan mendapat atensi konsumen yang cukup bagus, Mbak Vita menyadari bahwa mereka tak boleh cepat puas. Setelah dievaluasi, Mbak Vita dkk menyadari bahwa konsumen lebih tertarik pada produk angkringan ketimbang susu. Alhasil, mereka memutuskan untuk rebranding Angkringan Moo menjadi House of Moo dengan misi mempopulerkan produk olahan susu kepada konsumen Tembalang.

Namun, proses rebranding tersebut tidak mudah. Mereka ingin mengembangkan usaha tersebut ke tahap yang lebih serius. Pindah lokasi menjadi pilihan paling masuk akal karena jam operasional di tempat awal sangat terbatas, yaitu di malam hari saja. Setelah mempertimbangkan beberapa tempat, mereka memutuskan untuk mengontrak sebuah petak kios di Jl. Jatimulyo No. 1, Tembalang.

Masalah timbul ketika mereka menyadari modal yang dibutuhkan ternyata belum mencukupi. Masing-masing anggota tim kemudian mengorbankan uang tabungan pribadi. Ternyata, itupun masih belum cukup. “Waktu itu masih kurang sekitar Rp 25.000.000,-. Aku pun kemudian nekat pulang ke Jakarta dan meminta izin orang tua untuk menggadai sertifikat tanah yang ada di Surabaya. Awalnya ditentang keras, tapi aku ngotot dan akhirnya diperbolehkan,” kenangnya.

Dengan turunnya izin, Mbak Vita segera bergegas ke Surabaya untuk mengurus penggadaian sertifikat. Ia pun mengaku sampai harus tidur di stasiun karena keterbatasan waktu. Namun, di masa-masa genting tersebut, keajaiban terjadi. “Aku tiba-tiba dikabari kenalan dari Jakarta bahwa ia berkenan menjadi investor usaha kami,” ujar Mbak Vita. Ternyata, kenalannya itu mengetahui kerja dan tekad baja Mbak Vita dan kawan-kawan dalam melakoni bisnis. Merasa dapat dipercaya, kenalannya tersebut memberikan suntikan dana yang diperlukan bagi mereka untuk membuka usaha.

Ketika Mimpi Menjadi Nyata: House of Moo

Dengan tersedianya dana, akhirnya House of Moo dapat berdiri di medio 2012 di Jl. Jatimulyo No. 1. Meskipun awalnya cukup sepi pelanggan, namun Mbak Vita dan rekan dapat mempersiapkan segala sesuatunya dengan baik. “Hingga akhirnya langsung ‘boom’ ketika masa masuk kuliah. Bener-bener ngga pernah sepi,” cerita Mbak Vita. Berkat kegigihan dan konsistensi, Mbak Vita dan tim dapat balik modal sebesar 85 juta rupiah hanya dalam kurun waktu tujuh bulan.

Tapi, ternyata pencapaian tersebut belum dirasa final. Mbak Vita was-was dengan harga kontrak yang kian lama kian tinggi. Ia pun kemudian beritikad untuk menyewa tanah yang terletak tak jauh dari tempat lokasi usaha saat itu dan membangun gedung House of Moo. Idenya tersebut pada awalnya mendapat penolakan dari rekan satu tim karena dirasa terlalu berisiko. Namun, setelah menimbang prospek jangka panjang, akhirnya pada tahun 2014 akhir mereka memutuskan untuk menyewa sebidang tanah di Jl. Jatimulyo No. 8, Tembalang dan memulai proses konstruksi.

Menginjak tahun 2015, gedung dua lantai yang elegan dan megah sudah siap digunakan. Semua pencapaian tersebut terasa seakan mimpi bagi Mbak Vita. “Dulu benar-benar ngga pernah menyangka bisa sampai di titik ini. Aku inget banget kalau dulu aku hanya berangan-angan bisa buka usaha di lahan yang sekarang ini. Eh, ternyata bisa kesampaian dan terus berjalan hingga saat ini,” kisah Mbak Vita.

Terus Bertahan dan Bangkit Meski Terpuruk Pandemi

Hidup terasa sempurna bagi Mbak Vita di tahun 2015. Selain berhasil membuka gedung House of Moo di tempat baru, ia juga menikah dengan rekan seperjuangan yang setia mendampinginya sedari awal merintis Angkringan Moo. Tahun-tahun selanjutnya lewat dengan berbagai kisah manis berwirausaha di Tembalang dan membina rumah tangga kecil nan harmonis bersama sang suami.

Namun, seakan petir di siang bolong, pandemi COVID-19 datang menyerang. Banyak usaha yang goyah terkena terjangan pandemi. Tak terkecuali House of Moo. “Bila mau dikata, pandemi COVID-19 adalah cobaan terberat selama aku terjun di dunia wirausaha,” aku Mbak Vita. Ia bercerita bahwa butuh waktu lama baginya untuk dapat menerima kenyataan. Bagaimana tidak, kursi-kursi House of Moo yang biasanya dipenuhi dengan pengunjung kini begitu sepi. “Padahal harusnya periode Mei-Juli adalah waktu ‘panen’ bagi kami, tapi sekarang omzet bisa turun sampai 70%,” ungkapnya.

Pada akhirnya, Mbak Vita sadar bahwa ia harus bangkit dari keterpurukan ini. Melalu proses refleksi dan introspeksi diri, ia kemudian memulai langkah strategis untuk dapat bertahan di tengah situasi pandemi. “Efisiensi SDM dan penyerderhanaan menu adalah langkah utama kami agar biaya produksi dapat ditekan,” terangnya. Kini, Mbak Vita dan kawan-kawan House of Moo mulai dapat melangkah lagi di tengah pencobaan pandemi ini.

Demikian lika-liku kisah Mbak Vita, owner House of Moo yang kita kenal selama ini. Ternyata, proses di balik berdirinya House of Moo tidak sesederhana kisah Bandung Bondowoso. Perlu pengorbanan yang begitu besar, baik dari segi waktu, materi, hingga fisik dan mental, agar dapat mencapai kesuksesan yang didambakan selama ini. Oh ya, bila kalian ingin tahu lebih lengkap seputar strategi bisnis ala Mbak Vita, kalian dapat membacanya di artikel 10 Strategi Wirausaha Muda ala Owner House of Moo. Cheers!

Julius Ardiles Brahmantya
Cultural Anthroplogy UGM 2017 | Student, writers | AMDG

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *