Tembalangan

Teater Emka: Libatkan Masyarakat dalam Seni Pertunjukan

Share this:

Tidak terasa hampir lima bulan lamanya kita di rumah saja akibat pandemi. Bagaimana kondisi kos atau kontrakan kalian nih, Kanca Tembalang? Semoga aman dan tidak banyak tikusnya  ya. Pastinya selama di rumah saja banyak sekali kegiatan produktif yang dapat dilakukan. Namun tidak dapat dipungkiri, ada beberapa kegiatan yang juga mengalami kesusahan untuk adaptasi. Sebagian besar adalah kegiatan yang membutuhkan massa, terlebih di bidang hiburan. Salah satunya teater. Buat para pecinta teater, pasti sedang dihadapkan dilema karena pandemi yang tak kunjung usai, sehingga dunia teater akhir-akhir ini sering absen tidak menampilkan performnya. Namun jangan risau, mari kita mengenal lebih dalam dulu seperti apa teater yang berbasis di Tembalang ini.

Setiap fakultas mayoritas memiliki unit kegiatan teaternya masing-masing, termasuk Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro yang memiliki Teater Emka. Unit Kegiatan Mahasiswa ini berawal dari kumpulan mahasiswa yang memiliki ketertarikan pada dunia teater dan berpikir kritis. Mereka sering berkumpul di emper kampus (emka), jadilah namanya yang kita kenal dengan emka.

Teater untuk Rakyat

Aspek yang membedakan Teater Emka dengan teater kampus lain adalah identitasnya terkait teater untuk rakyat. Sejak dulu penampilannya selalu berorientasi pada keresahan rakyat. Mulai tahun 1990-an, lebih condong ke pergerakan kampus untuk mengkritisi pemerintah, hingga saat ini mereka lebih sering bermain bersama masyarakat. Hal ini terwujud dari pementasan berupa pentas kampung .

Pentas kampung tidak hanya melibatkan masyarakat sebagai penonton saja, tetapi masyarakat diajak untuk ikut belajar berproses bersama dalam sebuah pementasan, seperti menjadi aktor atau team produksi. Selain tujuannya menawarkan wacana atau isu yang sedang terjadi di sekitar mereka, teater emka juga ingin mengenalkan teater ke lingkungan masyarakat kampung. Pendekatan yang mereka lakukan cukup memakan waktu lama, minimal sampai satu bulan. Meliputi pengenalan naskah, pendekatan terhadap tokoh masyarakat (seperti kepala desa, ketua karang taruna), dan partisipasi dalam kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat tempat. Jika kehadiran mereka mampu diterima, maka membaur dan membantu masyarakat untuk memahami teater akan lebih mudah. Pelatihan kepada masyarakat setempat memakan waktu minimal tiga bulan untuk pendalaman, pembedahan, dan pemahaman naskah serta  peran. 

Pentas Besar Teater Eemka

Teater emka melambungkan namanya hingga ke luar kota Semarang dengan melakukan pentas besar . Teater emka ingin berbagi keresahan di kota-kota besar, seperti pada tahun 2015 di Semarang dan Purwokerto dengan judul naskah ‘Tanah’, 2018 di Semarang dan Karimun Jawa dengan judul naskah Ajar Raja. Pentas 2018 ini menggunakan konsep dan bahkan naskah yang sama dengan pentas kampung Teater Emka tahun 2018

Salah satu naskah teater yang mereka tampilkan dalam pentas kampung dan pentas besar pada tahun 2018 adalah “Ajar Raja” . Pementasan lakon Ajar Raja diawali dengan konflik keluarga Edi, seorang warga yang tidak punya pekerjaan tetap. Alih-alih mencari pekerjaan, dia justru lebih senang bekerja melestarikan wayang sebagai salah satu budaya leluhurnya. Hal itu memicu pertengkaran dengan Nani, istrinya yang senang berdandan dan membeli beragam kosmetik. Konflik pun berkecamuk, tidak jauh-jauh dari masalah ekonomi. Keseruan konflik keduanya juga dibumbui tingkah Retno, anak semata wayang mereka, yang kerap bikin kesal. Pementasan ajar raja ini sebenarnya mengangkat isu yang serius, namun karena diselipi adegan-adegan humor, penonton dibuat tertawa.

Dalam perjalanannya, Teater Emka juga mengalami hambatan turun temurun. Dengan adanya kemudahan akses hiburan yang lebih instan, seperti bioskop dan situs film gratis, menjadikan minat untuk menonton teater semakin rendah. Selain itu, juga sumber daya manusia yang berminat pada seni teater semakin menyusut, karena proses teater yang memerlukan waktu cukup lama, menjadikan banyaknya anggota kurang berkomitmen. 

Walaupun seperti itu, Indah Sri Nofitasari yang merupakan ketua Teater Emka saat ini berharap agar komunitas mereka tetap mampu beradaptasi dengan kondisi apapun. Tantangan ke depan akan lebih berat terlebih di era digital, terlebih di masa pandemi saat ini. Yuk Kanca Tembalang, tetap lestarikan kesenian rakyat ya.

Referensi
https://www.inibaru.id/indimania/lp-teater-emka-hadirkan-pentas-di-tengah-kampung
https://www.lepenalit.wordpress.com/2012/09/01/mengintip-sejarah-teater-emka-fib-undip

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *