Fitur

Umpan Klik: Keperluan Mendesak Media Baru

Share this:

Jangankan awak jurnalistik, Smartizen kekinian pasti juga kenal istilah ini. Umpan klik atau yang lebih akrab di telinga kita sebagai clickbait ternyata bukan hal baru sama sekali.

Dalam konteks penulisan berita, pemakaian judul yang bombastis sudah dilakukan media-media sejak awal abad 20 guna menarik minat pembaca. Zaman dulu katakanlah media belum terlalu banyak, tapi strateginya sudah gila-gilaan untuk menguasai pasar, apalagi sekarang yang sudah penuh sesak dengan media digital di mana-mana. Keberadaan clickbait dianggap lumrah. Tapi sebenarnya perlu banget nggak sih pakai clickbait?

Masa suburnya surat kabar daring beriringan dengan standard global yang menuntut segalanya bergerak cepat, pun halnya arus informasi. Penulisan berita tidak lagi butuh waktu berhari-hari, bisa selesai dan terpublikasi dalam hitungan jam bahkan menit. Media pun berlomba-lomba menjadi yang pertama mempublikasikan suatu peristiwa, dan salah satu cara termudah mendapatkan perhatian jagad adalah memainkan judul. Meski ada stigma negatif dan impresi hiperbolis, nyatanya tidak sedikit orang mewajarkan pemakaian clickbait dalam penulisan apapun, termasuk berita.

Julius Brahmantya, mahasiswa antropologi UGM, angkat bicara soal ini. Dari sudut pandang antropologi, media memainkan psikologi manusia, karena pada dasarnya manusia mudah sekali penasaran dan harus dipuaskan. Clickbait menciptakan rasa penasaran itu. Fadel Muhammad, mantan staf media HMTL periode 2016 sekaligus lulusan Undip, mengutarakan pernyataan senada bahwa penggunaan clickbait boleh-boleh saja selama tidak keterlaluan.

Sementara dari sudut pandang yang lebih dalam, Alfonsus Warsanto, mahasiswa ilmu pemerintahan Undip, merasa masyarakat berhak mengetahui informasi tanpa perlu buang-buang waktu. “Clickbait itu buang-buang waktu (dan tenaga). Judulnya apa, tapi ternyata isinya beda,” tukas Warsanto. Bagi segelintir jurnalis lain, berita tanpa clickbait pun bisa tetap menarik dibaca. Kuncinya mengangkat hal-hal unik yang terjadi dalam suatu peristiwa, sayangnya media kerap bingung mengistilahkannya.

Lain hal dari sudut pandang bisnis, clickbait menjadi strategi marketing termudah dan berperan besar meningkatkan arus lalu lintas di media daring mengingat pemasukan utama media massa sekarang adalah dari iklan, sedangkan pemasang iklan pastinya memasang iklan di media yang dibaca banyak orang. Namun mengutip Pandji Pragiwaksono dari kanal youtube-nya soal pemasaran, bahwa percuma mau memasarkan segencar apapun tapi produknya tidak bagus. Ibarat guru memberikan pertanyaan, siswa berlomba-lomba angkat tangan untuk mendapat perhatian guru, tapi ketika guru menunjuk salah satu siswa yang paling heboh dan ternyata siswa itu salah menjawabnya. Analogi yang bagus menggambarkan kredibilitas suatu berita.

“Kredibilitas hanyalah salah satu sarana meraih traffic. Surat kabar cetak yang butuh bertahun-tahun jadi media yang kredibel, kalang kabut dengan munculnya media-media digital yang istilahnya anak kemarin sore. Di masa serba digital dan instan, masyarakat butuh informasi yang secepat-cepatnya, nggak peduli bener atau nggak, apalagi dengan komposisi masyarakat kita yang tingkat mengolah literasinya masih rendah. Kultur clickbait akan berkurang dengan sendirinya ketika para konsumen media sadar dan cerdas bersikap kritis dalam memilah dan mengolah,” jelas Julius, mengimbangi perspektif sebelumnya soal menyetujui clickbait.

Melalui keresahan tersebut, Infotembalang akan menyelenggarakan talkshow #WeekendUpgrade yang kedua, dengan tajuk “Seni Bikin Judul Menarik Tanpa Umpan Klik”, menghadirkan praktisi dan akademisi jurnalistik pada Sabtu 22 Juni 2019 nanti. Smartizen yang ingin gabung silakan isi form di sini ya, atau cek info lengkapnya di instagram @infotembalang

J. Rendra Trijadi
Rendra kepalang tenggelam dalam dunia sastra sejak tergoda mengisi rubrik cerpen dan puisi bulanan di tabloid sekolahnya semasa SMP. Belasan tahun berselang, Rendra masih menjadi penulis bohemian yang konsisten penyempurnaannya, sambil bergerilya dari acara ke acara, peristiwa ke peristiwa, mendalami perilaku demi perilaku masyarakat sebagai jurnalis.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *